Photo by Pixabay from Pexels: https://www.pexels.com/photo/blue-skies-53594/: Cloud Computing, apa tuh bang?

Belakangan ini, gw liat banyak yang masih blom tau sebenernya cloud computing itu apa, gunanya apa, belajarnya dimana, sebenernya perlu atau gak sih?

Di post ini, gw bakal coba bahas semua fundamental yang dibutuhin, nentuin sebenernya apakah anda butuh enggak.

Apa itu cloud computing?

Singkatnya, cloud itu kita nyewa infrastruktur IT orang lain, (orang lain di konteks ini, mengacu ke cloud service provider, kaya AWS, GCP, Azure, Oracle, Alibaba Cloud, IBM Cloud, dan lain-lain). Bilang aja, kita butuh webserver yang bisa jalanin website company profile sederhana, tapi wifi kantor kurang stabil, atau blom ada IP public nya, nah kita bisa sewa aja server dari hosting provider. Bisa dalam bentuk VPS kaya digitalocean, nevacloud, atau hosting provider kaya hostinger, idcloudhost, dan lainnya.

Cloud sendiri bisa dibagi jadi 3 secara singkat:

  • Infrastructure as a Service (IaaS), ngasi kita akses ke infrastrukturnya, bisa ngurus VMnya, storage, networking, dan lain-lain.
    Contohnya, yang skala besar kaya GCP, AWS, Azure, Oracle, IBM Cloud, dan lain laiin. Yang lebih sederhana juga ada penyedia VPS kaya Linode (Akamai), DigitalOcean, NevaCloud, dan lainnya.
  • Platform as a Service (PaaS), ngasi kita akses ke platformnya, tapi ga ke infrastruktur, banyakan sih kita deploy aplikasi sendiri, jadi kodenya dari kita, tapi infra dari mereka. Contoh: heroku, railway, hostinger web hosting, dll.
  • Software as a Service, ngasi kita akses ke software aja, tinggal pake. Infra, platform, dan juga kode dipegang sama provider semua. Contohnya kaya gmail, spotify, bahkan chatgpt.

Penting untuk dipelajari?

Jaman sekarang, jawaban singkatnya adalah ya. Untuk posisi Developer, posisi DevOps, posisi Cloud Engineer, Security, dan lainnya pun banyak yang membutuhkan pengetahuan cloud, beberapa dari dasar, sebagian butuh yang lebih tinggi.

Jika anda berkecimpung di dunia teknologi, ada baiknya untuk mengerti cloud itu apa. Karena memang karena keuntungan yang ditawarkannya, banyak perusahaan yang tertarik mengikut nyoba. Selain dari itu, banyak juga yang tidak mengerti resiko dari cloud, hanya mengerti keuntungannya saja. Dengan menyebarkan kewaspadaan, mungkin perusahaan anda juga bisa memanfaatkan cloud dengan baik tanpa mengambil lebih banyak resiko daripada yang dibutuhkan. Mungkin bisa dilanjut ke bagian selanjutnya untuk liat keuntungannya apa aja.

Kenapa make cloud?

Coba gw pake contoh aja deh, misal mau bikin website e-commerce. Bilang perusahaan A mau bikin website nih, tapi mereka belom kepikiran gimana hostingnya. Mereka harus berencana dulu, berapa banyak orang yang bakal pake, kira-kira aplikasinya bakal make cpu berapa core, berapa GB memory, berapa GB storage, networknya gimana tahan atau engga, dan masih banyak faktor lain.

Secara tradisional, mereka mungkin bakal berencana beli server, atau bikin datacenter, kalo gini harus ngurus lokasinya mau dimana, internetnya gimana, siapa yang jaga, maintenance gimana, servernya spek apa dan berapa, dan faktor-faktor lain. Setelah itu, ke pembangunan, pembelian server, hiring staff, dan lain lain. Sedangkan kalau cloud, bisa langsung desain arsitektur, butuh apa, berapa, dimana, dan pengadaannya juga cepet, gaperlu nunggu kiriman dulu, dll.

Bukan hanya itu, secara harga juga bisa lebih fleksibel, kalo kita nyewa punya provider, kita juga bisa bayar sesuai penggunaan aja, misal kita sewa Virtual Machine dengan 4 core dan 8gb ram, butuhnya sebulan, ya sewa sebulan aja. Sedangkan kalau kita lewat jalur tradisional, kita kudu beli dulu tuh komputernya, jalanin, terus setelah sebulan, bingung deh mau diapain.

Karena pengadaan (provisioning) cepat, skalabilitas juga tinggi. Misal tiba-tiba ada kebutuhan server tambahan 3 biji, kalau cloud cuma hitungan menit, sedangkan bisa hitungan hari kalau tradisional. Jadi mau ngadain promo besar, yang langsung ngebebanin server, juga bisa nambahin server bentar aja, bahkan bisa disetel biar otomatis, dengan parameter tertentu. Konsep ini namanya autoscaling.

Ada juga konsep redundancy, dimana data yang kita pasang di cloud akan direplikasi sekian kali, biar kalo data center yang megangnya kenapa napa, data bakal aman. Dan juga availability, yang kurang lebih berarti provider akan menjamin layanannya jalan terus dengan sebuah Service Level Agreement (SLA), sampai ke 99.99999 sekian persen setahunnya.

Kenapa jangan menggunakan cloud?

Keren kan? Udah masuk kah, value dari cloud itu gimana? Sayangnya, untuk segala hal pasti ada baik dan buruknya, kita coba bahas resiko dari cloud.

Harganya ya… begitulah

Yang jelas, yang paling utama pastilah harga. Cloud itu seringnya, tidak murah. Kalau masih pemula, ataupun ketika anda bukan yang paling diuntungkan oleh fitur-fitur tadi kaya skalabilitas ataupun availability, untuk banyak orang, itu sederhananya, berlebihan (overkill).

Artinya, membeli komputer dan menjalankan workload disana masih punya tempat di dunia modern ini. Contohnya, di pengalaman gw sendiri, gw pernah ada kebutuhan buat menjalankan server game. Alhasil gw beli sebuah komputer kecil, seharga 2 juta rupiah. Komputer itu ada 4 core, dan 16 gb ram, yang sangat cukup untuk menjalankan berbagai workload dockerized yang gw butuhin.

Sebagai perbandingan, EC2 dari AWS untuk instance t4g.small saja, untuk 2vcpu dan 2 gb ram, jika disewa selama 1 tahun saja akan terkena 125 usd dengan paket hemat dan bayar di muka. (Pada waktu penulisan, 18 Agustus 2025, 125 usd sama dengan 2.023.354,36 Rupiah).

Meski ini tidak mencakup internet dan lainnya, menurut saya ini bisa menjadi suatu pertimbangan bagi orang yang di posisi sama seperti gw ketika baru mulai mencoba untuk hobi. Ini hanya untuk membuktikan, tidak semua kebutuhan server perlu dilempar ke cloud. Dan, butuh perhitungan yang lebih dalam dari pihak perusahaan/pengguna untuk memaksimalkan value dari cloud itu sendiri.

Resiko yang besar

Meski masih masuk ke poin harga, tapi menurut gw ini butuh penekanan sendiri. Harga sebenarnya dari skalabilitas itu tidak murah. Bilang aja kita punya autoscaling cluster yang fungsinya untuk otomatis menambahkan jumlah instance seiring dengan penggunaan. Kalau itu berfungsi dengan baik? Bagus.

Tapi apa yang terjadi ketika ada yang berniat tidak baik?

Ada kasus dimana pengguna yang upload file menggunakan layanan cloud, dan ada bad actor yang memanfaatkan itu untuk memberikannya tagihan yang sangat besar. (Untuk lebih jelasnya, dapat dibaca langsung pada hyperlink)

Bukan hanya firebase seperti pada contoh itu, tapi bisa aja ke layanan autoscaling VM seperti EC2 Autoscaling (AWS), atau Managed Instance Group (GCP), dimana endpoint public nya diserang dengan DoS atau DDoS (Denial of Service / Distributed Denial of Service) yang menipu infrastruktur yang mengukur penggunaan, dibuat seolah penggunaan tinggi, sehingga mengakibatkan lebih banyak server yang ter-deploy, dan menambah biaya.

Regulasi dan Keamanan

Beberapa regulasi yang mengatur tentang keamanan data, tidak membolehkan jenis data tertentu untuk disimpan di luar negeri atau pada penyedia. Oleh karena itu, banyak bank, atau lembaga negara, yang akhirnya membangun infrastrukturnya sendiri untuk menyimpan data dan menjalankan aplikasinya. Jika organisasi anda mengurus data pengguna yang bersifat Personally Identifiable Information (PII), atau data transaksi yang melibatkan metode pembayaran, ataupun data medis, sebaiknya riset terlebih dahulu regulasi yang bersangkutan.

Salah satu penyebab terbesar masalah keamanan pada cloud adalah miskonfigurasi. Pada cloud, terdapat sebuah model pembagian tanggung jawab antara penyedia dan juga pengguna. Penyedia/Provider akan memberikan dokumentasi terkait setelan bawaan, tapi hal tersebut sering sekali terlewat oleh pengguna untuk disetel sesuai kebutuhannya. Contohnya, pada AWS terdapat layanan Simple Storage Service (S3), dan jika penggunanya menyetelnya agar terbuka untuk publik, dan lupa membatasinya, artinya file tersebut dapat dibuka oleh siapapun di internet.

Dan masih banyak lagi

Masalah vendor-lock, dimana sebuah penyedia layanan baik sengaja maupun tidak disengaja membuat lebih sulit untuk pindah ke penyedia layanan lain juga sering terjadi. Contohnya sebuah pelanggan menggunakan Google Pub/Sub, dan pelanggan ingin pindah ke layanan lain, mungkin saja perpindahannya tidak semudah itu karena harus membuat ulang sistem penyambungnya.

Masalah terkait ketersediaan data center yang dekat, jika tidak ada, dapat membuat latency semakin tinggi. Jadi jika pengguna hanya berada pada satu kota tertentu, lebih baik buat infrastrukturnya langsung disana saja, daripada jauh-jauh.

Dan masih banyak lagi.

Tertarik belajar?

Untuk belajarnya sih banyak ya, dari AWS punya AWS Skill Builder, dari GCP punya program Google Innovators dan GCP Cloud Skills Boost. Oracle, Alibaba Cloud, dan cloud-cloud lain juga banyak yang punya media belajar.

Free Tier

Untuk mencoba, bisa manfaatin aja free tier, tapi ada beberapa yang perlu diperhatikan:

  • Cek batasan waktu dari free tier, apakah always free, atau apakah sampai pada rentang waktu tertentu aja.
  • Cek batasan pemberian nominal credit dari free tiernya, untuk layanan-layanan berbeda juga biasanya ada kuota nya sendiri.
  • Setelah cek batasan waktu dan nominal, cek apa yang terjadi jika melebihi batasan itu, apakah akan dihentikan saja, atau malah kena biaya?
  • Perhatikan penggunaan creditnya, bisa dari alat cost explorer, semua cloud provider pasti punya. Contoh dari GCP, AWS.
  • Untuk AWS juga dapat dicoba sesuatu seperti localstack, untuk simulasi pembuatan infrastruktur.
  • Masih banyak yang dapat dicek, tapi yang penting riset dulu saja, dan hati-hati lah terkait biaya.

Sertifikasi dan Pelatihan

Untuk kerja di bidang ini, sertifikasi juga sangat berpengaruh. Memang tidak akan menjadi penentu utama, tetapi jelas membantu jika ada, untuk membuktikan pengalaman menggunakan teknologi tertentu.

Note: sertifikasi-sertifikasi ini berbayar, tetapi banyak program yang akan memberikannya secara gratis

Contoh: GCP Professional Cloud Architect, AWS Solutions Architect Associate, dan lainnya.

Bootcamp di bidang ini pun tidak jarang, sebisa mungkin cari yang disponsor sampai dapat sertifikasinya, jika ada dari Digitalent Scholarship, atau dari Google Get Certified, atau program sertifikasi gratis lainnya.

Khusus untuk google, banyak acara gratis yang dapat diikuti untuk mendapatkan resource gratis untuk belajar, contohnya Google Arcade Facilitator (tiap tahun ada), dan juga JuaraGCP (sepertinya tiap tahun juga ada).

Kata-kata penutup

Ya, cloud bagus. Gw sendiri make banget untuk berbagai kebutuhan, gw udah belajar banyak terkait dengan kemampuan dan masing-masing layanan cloud dan gw akui, cloud memang punya tempat pada dunia IT sekarang. Keuntungannya banyak, dari skalabilitas, cepatnya menjalankan infrastruktur, kemudahan, fleksibilitas pembayaran, dan lain-lain.

Namun, jangan sekali-sekali mencoba menggunakan cloud tanpa mengerti resikonya. Hanya dengan mengerti resikonya dengan baik, maka banyak masalah pada cloud dapat dihindari begitu saja. Desain arsitektur cloud dengan baik, dengan mempertimbangkan jumlah pengguna, harga perkiraan, dan pasanglah batasan secara harga dari alat budgeting dari provider.

Extras

Semoga itu cukup informatif untuk kalian yang tertarik dengan cloud computing. Gw berusaha agar post ini vendor-agnostic dan penuh dengan pengetahuan general saja di bidang cloud computing. Tapi memang, fyi saja, basis belajar cloud gw berasal dari Oracle, lalu AWS, terakhir GCP, dengan sertifikat AWS SAA dan GCP PCA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Collaborative Insights from an Aspiring Engineer